Rabu, 27 April 2011

Remaja Indonesia Masih Sangat Membutuhkan Informasi Kesehatan Reproduksi
February 14th, 2009 admin Leave a comment Go to comments
Menjadi remaja berarti menjalani proses berat yang membutuhkan banyak penyesuaian dan menimbulkan kecemasan. Lonjakan pertumbuhan badani dan pematangan organ-organ reproduksi adalah salah satu masalah besar yang mereka hadapi. Perasaan seksual yang menguat tak bisa tidak dialami oleh setiap remaja
meskipun kadarnya berbeda satu dengan yang lain. Begitu juga kemampuan untuk mengendalikannya.
Di Indonesia saat ini 62 juta remaja sedang bertumbuh di Tanah Air. Artinya, satu dari lima orang Indonesia berada dalam rentang usia remaja. Mereka adalah calon generasi penerus bangsa dan akan menjadi orangtua bagi generasi berikutnya. Tentunya, dapat dibayangkan, betapa besar pengaruh segala tindakan yang mereka lakukan saat ini kelak di kemudian hari tatkala menjadi dewasa dan lebih jauh lagi bagi bangsa di masa depan.
Ketika mereka harus berjuang mengenali sisi-sisi diri yang mengalami perubahan fisik-psikis-sosial akibat pubertas, masyarakat justru berupaya keras menyembunyikan segala hal tentang seks, meninggalkan remaja dengan berjuta tanda tanya yang lalu lalang di kepala mereka.
Pandangan bahwa seks adalah tabu, yang telah sekian lama tertanam, membuat remaja enggan berdiskusi tentang kesehatan reproduksi dengan orang lain. Yang lebih memprihatinkan, mereka justru merasa paling tak nyaman bila harus membahas seksualitas dengan anggota keluarganya sendiri!
Tak tersedianya informasi yang akurat dan “benar” tentang kesehatan reproduksi memaksa remaja bergerilya mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri. Arus komunikasi dan informasi mengalir deras menawarkan petualangan yang menantang.
Majalah, buku, dan film pornografi yang memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa mengajarkan tanggung jawab yang harus disandang dan risiko yang harus dihadapi, menjadi acuan utama mereka. Mereka juga melalap “pelajaran” seks dari internet, meski saat ini aktivitas situs pornografi baru sekitar 2-3%, dan sudah
muncul situs-situs pelindung dari pornografi . Hasilnya, remaja yang beberapa generasi lalu masih malu-malu kini sudah mulai melakukan hubungan seks di usia dini, 13-15 tahun!
Memang hasil penelitian di beberapa daerah menunjukkan bahwa seks pra-nikah belum terlampau banyak dilakukan. Di Jatim, Jateng, Jabar dan Lampung: 0,4 - 5% Di Surabaya: 2,3% Di Jawa Barat: perkotaan 1,3% dan pedesaan 1,4%. Di Bali: perkotaan 4,4.% dan pedesaan 0%.
Tetapi beberapa penelitian lain menemukan jumlah yang jauh lebih fantastis, 21-30% remaja Indonesia di kota besar seperti Bandung, Jakarta, Yogyakarta telah melakukan hubungan seks pra-nikah.
Berdasarkan hasil penelitian Annisa Foundation pada tahun 2006 yang melibatkan siswa SMP dan SMA di Cianjur terungkap 42,3 persen pelajar telah melakukan hubungan seks yang pertama saat duduk di bangku sekolah. Beberapa dari siswa mengungkapkan, dia melakukan hubungan seks tersebut berdasarkan suka dan tanpa paksaan.
Mana yang lebih akurat? Beberapa pakar berpendapat bahwa angka yang diperoleh melalui penelitian itu hanyalah puncak dari sebuah gunung es, yang kakinya masih terbenam dalam samudera.
Biaya Sosial
Kelalaian untuk menanggapi kebutuhan remaja (dan sejujurnya, masyarakat luas) akan informasi tentang kesehatan reproduksi dan seks yang bertanggung jawab ternyata berbuah pahit. Begitu populernya perilaku berisiko, begitu banyak korban berjatuhan, begitu tinggi biaya sosial yang harus kita bayar.
Percaya atau tidak, angka statistik pernikahan dini –dengan pengantin berumur di bawah 16 tahun– secara nasional mencapai lebih dari seperempat. Bahkan di beberapa daerah sepertiga, dari pernikahan yang terjadi, tepatnya di Jawa Timur 39,43%; Kalimantan Selatan 35,48%; Jambi 30,63%; Jawa Barat 36% . Di banyak
daerah pedesaan, pernikahan seringkali dilakukan segera setelah anak perempuan mendapat haid pertama. Padahal pernikahan dini berarti mendorong remaja untuk menerabas alur tugas perkembangannya, menjalani peran sebagai dewasa tanpa memikirkan kesiapan fisik, mental dan sosial si pengantin.
Di sebuah daerah, 36% penderita penyakit menular seksual adalah pelajar. Mengejutkan memang, tetapi dapat dipahami karena dalam sebuah survei ditemukan hanya 27% remaja Indonesia yang tahu kegunaan kondom, artinya kurang lebih 27% pula yang tahu bahwa kondom dapat mengurangi risiko tertular penyakit seksual. Dari jumlah itu, 1% pernah memakai, 10% mungkin akan membeli bila perlu, sedangkan 12% menyatakan tidak tahu .
Dari 14.628 kasus HIV/AIDS, 242 kasus di antaranya adalah anak muda berusia 15-19 tahun (98 kasus karena penggunaan narkoba suntik),4.884 kasus terjadi pada remaja 20-29 tahun (3.089 kasus karena penggunaan narkoba suntik ). Ini artinya, 1 dari 2 penderita HIV/AIDS adalah remaja berusia 15-29 tahun.
Jumlah ini masih dapat berlipatganda dan nyatanya banyak remaja memiliki informasi yang salah tentang HIV/AIDS. Hasil survei UNICEF menunjukkan bahwa 20% dari responden remaja yakin bahwa Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) pasti terlihat sangat sakit, 7% mengenali ODHA dari bercak di kulitnya, 4% dari wajah yang
pucat pasi, dan 41% mengaku tidak tahu bagaimana mengenali ODHA. Hanya 12% yang percaya pada hasil tes darah.
Nasib Remaja Putri
Nilai-nilai patriarkhis yang berurat akar di masyarakat kita telah meletakkan remaja putri jauh di luar jarak pandang kita dalam kesehatan reproduksi. Undang-undang no. 20/ 1992 mentabukan pula pemberian layanan KB untuk remaja putri yang belum menikah.
Bahkan mitos pun memojokkan remaja putri, untuk membujuk-paksa mereka supaya bersedia berhubungan seks secara “suka-sama-suka”, bahwa hubungan seks yang hanya dilakukan sekali takkan menyebabkan kehamilan. Berbagai metode kontrasepsi “fiktif” juga beredar luas di kalangan remaja: basuh vagina dengan minuman berkarbonasi, lari-lari di tempat atau squat-jump segera setelah berhubungan seks.
Ketika pencegahan gagal dan berujung pada kehamilan, lagi-lagi remaja putri yang harus bertanggung jawab. Memilih untuk menjalani kehamilan dini seperti dilakukan 9,5% remaja di bawah 20 tahun , dengan risiko kemungkinan kematian ibu pada saat melahirkan 28% lebih tinggi dibanding yang berusia 20 tahun ke atas ,
disertai kegamangan karena tak siap menghadapi peran baru sebagai ibu. Atau menjalani pilihan lain yang tersedia: aborsi!
Ketakutan akan hukuman dari masyarakat dan terlebih lagi tidak diperbolehkannya remaja putri belum menikah menerima layanan keluarga berencana memaksa mereka untuk melakukan aborsi, yang sebagian besar dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa mempedulikan standar medis. Data WHO menyebutkan bahwa 15-50 persen kematian ibu disebabkan karena pengguguran kandungan yang tiudak aman. Bahkan
Departemen Kesehatan RI mencatat bahwa setiap tahunnya terjadi 700 ribu kasus aborsi pada remaja atau 30 persen dari total 2 juta kasus di mana sebgaian besar dilakukan oleh dukun.
Dari penelitian yang dilaukan PKBI tahun 2005 di 9 kota mengenai aborsi dengan 37.685 responden, 27 persen dilakukan oleh klien yang belum menikah dan biasanya sudah mengupayakan aborsi terlebih dahulu secara sendiri dengan meminum jamu khusus. Sementara 21,8 persen dilakukan oleh klien dengan kehamilan lanjut dan tidak dapat dilayani permintaan aborsinya.
Pengetahuan Seks
Menyedihkan, kekukuhan kita untuk terus mengingkari kenyataan bahwa remaja butuh pengetahuan tentang seks dan kesehatan reproduksi yang benar, telah menjerumuskan mereka membentuk keluarga tak berkualitas: bapak-ibu belia yang tak siap fisik-psikisnya untuk menjadi orangtua, ibu tanpa suami, juga anak-anak yang ditinggal mati ibunya saat melahirkan.
Padahal memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi tidak serta-merta memberikan pula kesempatan untuk melakukan seks bebas. Pengalaman menunjukkan, di banyak negara yang telah memberlakukan pendidikan kesehatan reproduksi remaja, yang terjadi kemudian bukanlah promiskuitas atau seks bebas di kalangan remaja seperti yang selalu dikuatirkan, tetapi sebaliknya pendidikan kesehatan reproduksi justru membuat remaja menunda keaktifan seksualnya.
Meski perdebatan belum surut, akhirnya Pemerintah Republik Indonesia pun memaklumkan pentingnya kesehatan reproduksi remaja. Ini sudah tertuang dalam Propenas 2001. Betapa melegakan, Indonesia akhirnya menapak maju mengejar ketertinggalannya dibanding negara lain, setidaknya dengan mengawali upaya untuk memberikan informasi yang benar dan akurat tentang kesehatan reproduksi remaja.
Tetapi untuk mengejar ketertinggalan dari masalah yang terus berlipatganda bagai deret ukur dibutuhkan lebih dari sekedar pencanangan pelaksanaan pendidikan kesehatan reproduksi remaja. Begitu banyak hal terkait yang bisa dilakukan melalui kerja sama antara pemerintah dengan berbagai pihak antara lain:
Mengkaji ulang dan membuka peluang perubahan aturan, hukum dan perundangan; seperti Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 yang memberikan celah bagi terjadinya pernikahan dini, dan Undang-undang nomor 20 tahun 1992 yang mengganjal layanan kesehatan reproduksi untuk remaja putri yang belum menikah, serta seluruh aturan dan kebijakan yang dibuat berlandaskan undang-undang tersebut.
Mengembangkan kebijakan dan program berdasar paradigma baru yang lebih peka gender dan “ramah” pada remaja dengan menempatkan remaja sebagai subjek aktif yang patut didengar, dilibatkan, dan dengan demikian turut bertanggung jawab atas kepentingan mereka sendiri.
Pendidikan kesehatan reproduksi remaja, termasuk di dalamnya informasi tentang keluarga berencana dan hubungan antargender, diberikan tak hanya untuk remaja melalui sekolah dan media lain, tetapi juga untuk keluarga dan masyarakat.
Rumusan baru ‘kejantanan’ yang lebih menekankan tanggung jawab dan saling menghormati dalam relasi antargender perlu pula dipopulerkan di antara remaja putra. Program pelayanan kesehatan reproduksi remaja harus mulai dipikirkan, dengan penyedia layanan yang ‘ramah remaja’: menjaga kerahasiaan, tidak
menghakimi, peka pada persoalan remaja.
Meneruskan upaya meretas hambatan sosial budaya dan agama dalam persoalan reproduksi dan seksualitas remaja, melibatkan kelompok masyarakat yang lebih luas, seperti ulama-rohaniwan, petinggi adat untuk menilai, merencanakan dan melaksanakan program yang paling tepat untuk kesehatan reproduksi remaja,
termasuk juga mendorong keterbukaan dan komunikasi dalam keluarga.
Apa pun yang dirancang dengan baik takkan berjalan sempurna tanpa kerja yang sungguh-sungguh untuk mendengar remaja kita, berupaya memenuhi kebutuhan psikologisnya, memuaskan rasa ingin tahunya, sembari mengajari mereka menjalani kehidupan dengan bertanggung jawab.
Minat Kesehatan Ibu dan Anak Kesehatan Reproduksi (KIA-KR)
Perbaikan status kesehatan ibu dan anak serta kesehatan reproduksi merupakan salah satu upaya pokok dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu, program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran UGM mencetak mahasiswa dengan gelar MPH dengan kekhususan Kesehatan Ibu dan Anak – Kesehatan Reproduksi. Melalui program pendidikan ini diharapkan dapat ikut berkontribusi secara signifikan dalam meningkatkan derajat kesehatan reproduksi tidak hanya pada skala nasional, tetapi juga pada skala global.

Minat KIA-KR memiliki berbagai dosen dengan multi disiplin keilmuan dan kegiatan penelitian yang sangat membantu peningkatan pengetahuan mahasiswa. Sebagian besar dari mereka juga bekerja dibidang yang berkaitan langsung dengan masalah-masalah kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual, kesehatan ibu dan anak, kesehatan keluarga, keluarga berencana, dan kependudukan. Selain dosen tetap dari lingkungan Fakultas Kedokteran UGM, program memiliki dosen-dosen tamu berasal dari pengelola program yang sangat berpengalaman dibidang ilmuannya, terutama dari BKKBN dan Departemen Kesehatan.

Penelitian, evaluasi dan pelayanan adalah bagian integral yang tidak terpisahkan dari program akademik dan kegiatan pengajaran, sehingga diharapkan dalam proses belajar mengajar ini mahasiswa dapat menghasilkan keilmuan dan pemikiran-pemikiran baru melalui penelitian, peningkatan ketrampilan teknis, dan pengetahuan kepemimpinan yang diperoleh selama pendidikan. Dalam rangka meningkatkan kapasitas insitusi, kami bekerjasama dengan institusi-institusi pendidikan dan penelitian dari negara-negara sedang berkembang dan negara maju, seperti dengan The Johns Hopkins Universisty, USA dan Umea University, Swedia serta INDEPTH-Network untuk kegiatan penelitian di bidang kesehatan dan kependudukan.

Mahasiswa pada Program S2 minat Kesehatan Ibu dan Anak Kesehatan Reproduksi dapat berasal dari berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Beberapa berasal dari Departemen Kesehatan, BKKBNd dan institusi-institusi akademik. Minat ini menyediakan calon-calon tenaga di bidang institusi akademis, administrasi, kebijakan dan evaluasi dalam bidang Kesehatan Reproduksi. Mahasiswa akan diasah kepintaaran dan keahliannya menjadi peneliti yang handal dan atau menjadi manajer program yang bervisi dan berwawasan luas dan menjadi pemimpin dalam bidang kesehatan Reproduksi. Diharapkan melalui sistim pengajaran dan penelitian, para alumni akan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang mendalam dalam bidang kesehatan ibu dan anak-kesehatan reproduksi sehingga mampu untuk mengidentifikasi, membuat prioritas, merencanakan, mengimplementasikan, mengembangkan, dan mengevaluasi program penanggulangan masalah Ibu dan anak-Kesehatan Reproduksi, terutama berkaitan dengan sasaran pembangunan global (The Milenium Develpoment Goals atau disingkat MDGs).
Minat Kesehatan Ibu dan Anak Kesehatan reproduksi terdiri dari tiga (3) bidang konsentrasi cabang keilmuan, yaitu: 1) Bidang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), 2) Bidang Epidemiologi Reproduksi dan Perinatal (ERP), dan 3) Bidang Kesehatan Keluarga dan Kependudukan (K3).

1. Konsentrasi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Konsentrasi KIA memiliki fokus pada kebutuhan ibu dan anak secara holistik ditingkat nasional maupun global. Konsentrasi ini memungkinkan mahasiswa untuk mengkombinasikan minatnya antara ilmu kesehatan ibu dan anak dengan pengetahuan lain yang lebih luas dan bersifat interdisipliner, misalnya antara kesehatan masyarakat dengan ilmu kedokteran, biologi, psikologi, ekonomi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Konsentrasi KIA memiliki cakupan perkuliahan secara multidisilpiner pada aspek-aspek kesehatan dan kesejahteraan ibu, bayi, anak dan remaja serta usia produktif dan usia lanjut.

2. Konsentrasi Epidemiologi Reproduksi dan Perinatal (ERP)
Konsentrasi Epidemiologi Reproduksi dan Perinatal memfokuskan pada temuan terbaru secara epidemiologis tentang hubungan antara sebab-akibat, etiologi, perilaku dan genetik serta mekanisme pencegahan terhadap penyakit-penyakit reproduksi dan kondisi-kondisi perinatal. Konsentrasi ini akan mencakup penelitian epidemiologi pada pembahasan masalah kontrasepsi, kesuburan, kehamilan, menopause, STD, HIV/AIDS, aborsi, serta kondisi keganasan alat-alat reproduksi. Mahasiswa akan diperkenalkan tentang metode yang digunakan dalam penelitian epidemiologi reproduksi.
Konsentrasi epidemiolgi reproduksi dan perinatal akan melatih mahasiswa ke dalam proses penelitian, praktek dan kebijakan untuk intervensi secara epidemiologis, termasuk kehamilan dan kelahiran, keluarga berencana, kesehatan reproduksi dan seksual, HIV/AIDS serta isu kesehatan keluarga dan perilaku yang terkait di populasi.
3. Konsentrasi Kesehatan Keluarga dan Kependudukan (K3)
Konsentrasi minat kesehatan keluarga dan populasi dirancang untuk menyediakan pondasi yang kokoh bagi para pekerja kesehatan masyarakat si seluruh dunia, khususnya di negara-negara miskin seperti Indonesia. Analisis demografi merupakan perangkat penting untuk pengukuran mortalitas, fertilitas dan perilaku reproduksi. Beberapa mata kuliah mengilustrasikan bagaimana model dan tehnik estimasi demografi yang dapat diaplikasikan pada assesment beban penyakit, khususnya yang berhubungan dengan kondisi kesehatan reproduksi. Mata kuliah lainnya menjelaskan metode-metode utama dari pengumpulan data dan analisis, khusunya yang menggunakan data dalam skala abesar dari survailan CHNRL atau data sekunder seperti sensus atau survei nasional. Walaupun perkuliahan ini umumnya kuantitatif, pemahaman tentang nilai kualitatif dan pendekatan etnografi juga sangat dianjurkan.
Program akademik pada konsentrasi ini difokuskan pada dinamika kependudukan dalam kaitannya dengan ukuran, struktur, serta karakteristik, dan pada faktor penentu dan konsekuensi perubahan dalam perilaku reproduksi dan seksual.

reproduksi

Kesehatan Reproduksi Remaja
Oleh : dr. Sri Rejeki
PUSKESMAS KEMBIRITAN KECAMATAN GENTENG
PENGERTIAN
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman.
TUMBUH KEMBANG REMAJA.
Masa remaja dibedakan dalam :
1. Masa remaja awal, 10 – 13 tahun.
2. Masa remaja tengah, 14 – 16 tahun.
3. Masa remaja akhir, 17 – 19 tahun.
Pertumbuhan fisik pada remaja perempuan :
1. Mulai menstruasi.
2. Payudara dan pantat membesar.
3. Indung telur membesar.
4. Kulit dan rambut berminyak dan tumbuh jerawat.
5. Vagina mengeluarkan cairan.
6. Mulai tumbuh bulu di ketiak dan sekitar vagina.
7. Tubuh bertambah tinggi.
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja laki-laki :
1. Terjadi perubahan suara mejadi besar dan mantap.
2. Tumbuh bulu disekitar ketiak dan alat kelamin.
3. Tumbuh kumis.
4. Mengalami mimpi basah.
5. Tumbuh jakun.
6. Pundak dan dada bertambah besar dan bidang.
7. Penis dan buah zakar membesar.
Perubahan psikis juga terjadi baik pada remaja perempuan maupun remaja laki-laki, mengalami perubahan emosi, pikiran, perasaan, lingkungan pergaulan dan tanggung jawab, yaitu :
1. Remaja lebih senang berkumpul diluar rumah dengan kelompoknya.
2. Remaja lebih sering membantah atau melanggar aturan orang tua.
3. Remaja ingin menonjolkan diri atau bahkan menutup diri.
4. Remaja kurang mempertimbangkan maupun menjadi sangat tergantung pada kelompoknya.
Hal tersebut diatas menyebabkan remaja menjadi lebih mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif dari lingkungan barunya.
MENSTRUASI ATAU HAID.
Bila menstruasi baru mulai periodenya mungkin tidak teratur dan dapat terjadi sebulan dua kali menstruasi kemudian beberapa bulan tidak menstruasi lagi. Hal ini memakan waktu kira-kira 3 tahun sampai menstruasi mempunyai pola yang teratur dan akan berjalan terus secara teratur sampai usia 50 tahun. Bila seorang wanita berhenti menstruasi disebut menopause. Siklus menstruasi meliputi :
1. Indung telur mengeluarkan telur (ovulasi) kurang lebih 14 hari sebelum menstruasi yang akan datang.
2. Telur berada dalam saluran telur, selaput lendir rahim menebal.
3. Telur berada dalam rahim, selaput lendir rahim menebal dan siap menerima hasil pembuahan.
4. Bila tidak ada pembuahan, selaput rahim akan lepas dari dinding rahim dan terjadi perdarahan. Telur akan keluar dari rahim bersama darah.
Panjang siklus menstruasi berbeda-beda setiap perempuan. Ada yang 26 hari, 28 hari, 30 hari, atau bahkan ada yang 40 hari. Lama menstruasi pada umumnya 5 hari, namun kadang-kadang ada yang lebih cepat 2 hari atau bahkan sampai 5 hari. Jumlah seluruh darah yang dikeluarkan biasanya antara 30 – 80 ml. Selama masa haid, yang perlu diperhatikan adalah kebersihan daerah kewanitaan dengan mengganti pembalut sesering mungkin.
MIMPI BASAH, BAGAIMANA BISA TERJADI ?
Ketika seseorang laki-laki memasuki masa pubertas, terjadi pematangan sperma didalam testis. Sperma yang telah diproduksi ini akan dikeluarkan melalui Vas Deferens kemudian berada dalam cairang mani yang diproduksi oleh kelenjar prostat. Air mani yang telah mengandung sperma ini akan keluar yang disebut ejakulasi. Ejakulasi yang tanpa rangsangan yang nyata disebut mimpi basah. Masturbasi adalah memberikan rangsangan pada penis dengan gerakan tangan sendiri sehingga timbul ereksi yang disusul dengan ejakulasi, atau disebut juga onani.
KEHAMILAN.
Merupakan akibat utama dari hubungan seksual. Kehamilan dapat terjadi bila dalam berhubungan seksual terjadi pertemuan antara sel telur (ovum) dengan sel sperma. Proses kehamilan dapat diilustrasikan sebagai berikut :
1. Sel telur yang keluar dari indung telur pada saat ovulasi akan masuk kedalam sel telur.
2. Sperma yang tumpah didalam saluran vagina waktu senggama akan bergerak masuk kedalam rahim dan selanjutnya ke saluran telur.
3. Di saluran telur ini, sperma akan bertemu dengan sel telur dan langsung membuahi.
Tanda-tanda kehamilan :
1. Sering mual-mual, muntah dan pusing pada saat bangun tidur (morning sickness) atau sepanjang hari.
2. Mengantuk, lemas, letih dan lesu.
3. Amenorhea (tidak mengalami haid).
4. Nafsu makan menurun, namun pada saat tertentu menghendaki makanan tertentu (nyidam).
5. Dibuktikan melalui tes laboratorium yaitu HCG Test dan USG.
6. Perubahan fisik seperti payudara membesar dan sering mengeras, daerah sekitar Aerola Mammae (sekitar puting) membesar.

Selasa, 19 April 2011

pengalaman selama di STIkes-BIges


“PENGALAMAN SELAMA DI STIkes BIGes
Pada tanggal 1 April 2010 Pendaftaran untuk gelombang pertama Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Generasi (STIKES BIGES) mulai di buka. Disitulah saya memulai pengalaman dengan mendaftarkan diri sebagai calon mahasiswa baru dan memilih Program Study D3 Kebidanan. Setelah tanggal 8 Juni 2010 saya melakukan tes tulis yang diikuti dengan tes kesehatan dan wawancara sebagai syarat “Apakah saya layak berada di STIKES BIGES atau tidak”.? Namun dari hasil pengumuman pada tanggal 12 Juni 2010 ternyata saya layak dan dinyatakan LULUS sebagai mahasiswi di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Generasi.
Sebelum memulai perkuliahan terlebih dahulu saya ikut dalam kegiatan ORIENTASI/OSPEK dengan membawa segala macam bahan-bahan kegiatan ospek yang sudah diinformasikan sebelumnya oleh panitia pelaksana ospek, seperti membuat papan nama berukuran 30×40 cm, tas yang bahannya terbuat dari karung, dot bayi (compeng), dan masih banyak lagi bahan-bahan lainnya yang digunakan demi kelancaran kegiatan ospek ini. Walaupun kegiatan ospek ini sangat menguras waktu dan tenaga, namun ternyata tujuan dari pada kegiatan ini yaitu untuk perkenalan kampus, menggali bakat, serta membina hubungan baik antara senior dengan junior maupun staf/pengelola kampus. Dari kegiatan inilah saya mendapatkan banyak pengalaman dan bisa memiliki banyak teman yang sejalan dengan saya.
Seminggu setelah kegiatan ospek selesai kegiatan proses belajar mengajar pun sudah mau dimulai yang ditandai dengan adanya roster dan pembagian kelas secara merata yang dilakukan oleh staf kampus.